DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM
WORKSHOP PENGUATAN ARSITEKTUR REDD+ DALAM MENDUKUNG STRATEGI NASIONAL REDD+ 2021-2030 DI PROVINSI KALSEL
BANJARBARU (MPI)- Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK menyelenggarakan Workshop Penguatan Arsitektur REDD+ di Provinsi Kalimantan Selatan (20/03). Tujuan workshop tersebut adalah menyosialisasikan perkembangan arsitektur REDD+ Indonesia dan mendorong Provinsi Kalsel untuk melakukan penguatan kapasitas internal dalam rangka penyiapan pelaksanaan program REDD+ dan mengakses peluang pendanaan yang ada.
REDD+ merupakan program pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi hutan, serta dari aktivitas peningkatan cadangan karbon hutan, pengelolaan hutan lestari dan peran dari upaya konservasi sumber daya hutan di negara-negara berkembang yang telah disepakati secara global dibawah koordinasi badan resmi PBB yaitu UNFCCC.
Kalimantan Selatan telah memiliki potensi dan modalitas penting untuk implementasi REDD+, yang perlu ditindaklanjuti dalam waktu dekat adalah melaksanakan pemantapan dalam kelembagaan REDD+ Provinsi serta penyempurnaan arsitektur REDD+ yang diperlukan. Selain itu guna percepatan dalam mengakses pendanaan RBP REDD+ GCF ini, Pemerintah Provinsi segera menunjuk Lembaga Perantara dan dilanjutkan dengan melakukan penyusunan Concept Note dan Funding Proposal.
Direktur Mitigasi Perubahan Iklim – Ditjen Pengendalian Perubaha Iklim – KLHK, Yulia Suryanti, S.Si., M.Sc. mengatakan Indonesia telah memenuhi semua arsitektur untuk implementasi REDD+ sebagaimana telah ditetapkan pada COP UNFCCC. Arsitektur REDD+ dimaksud yaitu : Strategi Nasional REDD+, Forest Reference Emission Level (FREL), Sistem Monitoring Hutan Nasional, Sistem MRV, Sistem Informasi pelaksanaan Safeguard REDD+ (SIS REDD+).
”Kinerja implementasi program REDD+ di Indonesia sampai saat ini telah membuahkan hasil berupa penerimaan insentif positif Result Based Payment (RBP) yaitu sebesar USD 103,8 Juta untuk kinerja pengurangan emisi GRK sektor FOLU periode 2014-2016 dari Green Climate Fund (GCF)”, terang Yulia.
”Dana ini sebagian besar akan didistribusikan ke seluruh Provinsi sesuai kontribusi kinerja pengurangan emisinya dan juga untuk mendukung pelaksanaan program KLHK dan implementasi NDC nasional”, imbuh Yulia.
Selain itu, Indonesia telah menerima sebesar USD 56 Juta untuk kinerja pengurangan emisi sektor FOLU tahun 2016-2017 dari Indonesia-Norway Partnership dan dilanjutkan untuk potensi pembayaran sebesar USD 100 Juta untuk kinerja pengurangan emisi GRK sektor FOLU periode 2017-2018 dan 2018-2019. Dana ini secara bertahap didedikasikan untuk program FOLU Net Sink dalam mendukung pelaksanaan Renja FOLU di masing-masing provinsi.
Keberhasilan Provinsi Kaltim dalam menurunkan laju deforestasi dan degradasi hutannya juga telah diganjar pembayaran pertama (Advance Payment) sebesar USD 20,9 juta yang telah disalurkan melalui BPDLH melalui program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Carbon Fund di Provinsi Kalimantan Timur untuk periode pelaporan kinerja pengurangan emisi GRK sektor FOLU tahun 2019 – 2024. Total dana insentif Result Based Payment dari program tersebut mencapai USD 110 Juta untuk target pengurangan emisi sebesar 22 juta ton CO2eq.
Di Jambi, program BioCarbon Fund – Initiative Sustainable Forest Landscape (BioCF ISFL) di Provinsi Jambi mendapatkan dana stimulus untuk tahap Pra Investasi sebesar USD 13,5 Juta diluar dana insentif RBP sampai tahun 2025 untuk kinerja pengurangan emisi GRK sektor FOLU periode 2021-2026. Total insentif RBP yang akan diterima Jambi mencapai USD 70 juta untuk target pengurangan emisi sebesar 14 juta ton CO2eq.
”Sebenarnya, keberhasilan pelaksanaan REDD+ tidak hanya dipandang dari segi keberhasilan dalam mendapatkan dana insentif RBP dan menjalankan program piloting REDD+ saja, tetapi yang lebih penting adalah keberhasilan dalam melakukan upaya perbaikan tata kelola, pengaturan kelembagaan dan meningkatkan peran aktif dari mitra kerja terkait dalam upaya meningkatkan kinerja penguranan emisi untuk mendukung pencapaian target NDC”, jelas Yulia.
Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Hj. Husnul Hatimah, SH, MH pada saat yang sama dalam sambutannya mewakili Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan mengatakan bahwa Kalsel melalui program Revolusi Hijau yang dicanangkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan pada tahun 2018 memiliki komitmen yang kuat dalam upaya memperbaiki lingkungan hidup dan meningkatkan ketahanan bencana di sektor Kehutanan.
”Dengan berkaca dari dampak El Nino tahun lalu yang mengakibatkan penurunan curah hujan disebagian besar wilayah Indonesia yang dirasakan juga di Kalimantan Selatan telah mengakibatkan terjadinya bencana kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan, terang Husnul.
”Tercatat untuk tahun 2023 terjadi kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Selatan seluas 138.865,87 ha yang sebagian besar berada di luar kawasan hutan. Hal ini menjadi titik tolak bagi kita semua untuk mengambil langkah-langkah perbaikan lingkungan yang konkrit dan meningkatkan upaya kita untuk mengendalikan/ menurunkan dampak perubahan iklim di Banua yang kita cintai”, jelas Husnul.
Husnul melanjutkan bahwa berdasarkan Keputusan Menteri LHK No. SK.1398/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2023 tentang Alokasi Dana Result Based Payment (RBP) REDD+ untuk periode 2014-2016 Green Climate Fund Output 2, Provinsi Kalimantan Selatan mendapatkan alokasi dana sebesar USD 3.459.298. Hal ini adalah amanah yang harus dikerjakan dengan penuh tanggung jawab agar kedepan Kalsel bisa mendapatkan kepercayaan dari dunia internasional untuk mendapatkan dana RBP REDD+ secara mandiri, pungkasnya.
Husnul juga berpesan kepada Pokja REDD+ Provinsi Kalimantan Selatan agar penggunaan dana tersebut fokus pada kegiatan-kegiatan yang dapat berkontribusi pada pengurangan emisi dari Deforestasi dan Degradasi hutan. (Dit. MPI, REDD+, ed. JDC)